Jumat, 26 Desember 2008

Urgensi Hadirnya Pemilih Cerdas

Oleh Arip Musthopa
Ketika PB HMI sedang mempersiapkan training dan deklarasi gerakan pemilih cerdas tiba-tiba muncul iklan di media elektronik yang mengusung slogan 'menjadi pemilih cerdas dengan memilih yang berkualitas'. Iklan yang diterbitkan oleh Kemeneg Infokom tersebut menggariskan suatu penegasan bahwa terdapat relevansi antara pemilu yang berkualitas dan hadirnya pemilih yang cerdas. Sejauh mana relevansi diantara keduanya itulah yang ingin digambarkan oleh tulisan ini.


Pemilu adalah prosedur demokrasi. Pemilu yang berkualitas berarti sebagai suatu prosedur demokrasi dia tidak berjarak dengan nilai-nilai substansi demokrasi seperti keadilan, persamaan, kejujuran, dll. Keberjarakan antara pemilu sebagai prosedur dan nilai-nilai substansi demokrasi akan melegitimasi proses dan hasil dari pemilu itu sendiri sekaligus membuat tatanan demokrasi kita menjadi rapuh. Merayakan pemilu semata sebagai prosedur hanya akan membuatnya seolah ritual yang miskin makna seperti yang dikeluhkan dari tiap pemilu di masa Orde Baru.

Pemilu yang berkualitas juga mensyaratkan output berupa legislatif dan eksekutif yang lebih baik dari sebelumnya. Pasca pemilu diharapkan terbentuk suatu pemerintahan yang bisa efektif bekerja dalam nafas 'menata warisan masa lalu dan berinvestasi bagi masa depan'. Suatu pemerintahan yang tidak melulu sibuk mengatasi permasalahan aktual tetapi menyiapkan suatu fundamen bagi kehidupan bangsa dan negara yang lebih baik di masa depan.

Agar cita-cita pemilu berkualitas tersebut dapat diraih, paling tidak dibutuhkan kehadiran empat hal. Pertama, penyelenggara pemilu yang fair, mandiri dan independen. Dalam hal ini kapasitas, kapabilitas, dan integritas penyelenggara pemilu (KPU, Bawaslu, dan birokrasi di bawahnya) menjadi pertaruhan. Peran mereka sangat penting dalam menyiapkan 'lapangan' yang baik bagi semua kontestan. Kedua, kontestan pemilu yang harus beretika dan taat aturan main. Dalam hal ini baik partai politik maupun perseorangan peserta pemilu harus mendisiplinkan diri untuk menjaga hasrat kekuasaan agar tidak melanggar rambu-rambu dalam lapangan yang telah disiapkan dengan baik oleh penyelenggara pemilu. Ketatnya iklim kompetisi dan hasrat yang menggebu dapat "memaksa" kontestan mengeluarkan "jurus mabuk" yang bukan saja tidak baik bagi pendidikan politik masyarakat namun juga merusak masa depan demokrasi kita.

Ketiga, media massa yang sehat dan obyektif. Peran media massa dalam mengarahkan proses pemilu dan mempengaruhi hasilnya sangat besar. Oleh karena itu, hadirnya pers yang sehat dan obyektif amat sangat dibutuhkan. Keempat, hadirnya pemilih yang cerdas. Kondisi dan perilaku pemilih sangat menentukan proses dan hasil pemilu. Pemilih yang cerdas akan memilih wakil rakyat dan pemimpinnya yang terbaik, absennya pemilih yang cerdas dapat menghasilkan wakil rakyat dan pemimpin yang tidak kompatibel dengan kebutuhan bangsa dan negara.

Menurut statistik, tingkat pemilih untuk Pemilu 2009 sekitar 80% berpendidikan SLTP ke bawah. Tingkat pendidikan yang rendah tersebut, ditambah faktor keterbatasan akses informasi plus kondisi ekonomi yang kurang menguntungkan dapat mengarahkan pemilih berpikir pragmatis dan "sederhana". Pemilih yang demikian akan dengan mudah menunjuk faktor 'diberi uang', faktor 'penampilan fisik' (tampan atau cantik), faktor 'diberi atribut kontestan', dan sejenisnya sebagai alasan untuk memilih. Padahal itu saja tidak cukup sebagai prasyarat untuk menentukan pilihan yang benar dalam alam demokrasi yang berkualitas. Bahkan pemilih yang demikian akan mendorong lahirnya wakil-wakil rakyat dan pemimpin yang korup dan manipulatif atas aspirasi rakyatnya.

Kondisi mayoritas pemilih yang demikian tentu mengundang keprihatinan dan membahayakan kualitas pemilu dan outputnya. Terlalu mahal masa lima tahun kita serahkan kepada "para pendekar berwatak jahat" (baca: wakil rakyat dan pemimpin yang kurang berkualitas dan tidak baik hati). Disinilah pentingnya pendidikan pemilih oleh 'kalangan tercerahkan' agar hadir para pemilih yang cerdas. Pemilih yang melampui kriteria artifisial di atas. Artinya, tidak mendasarkan pilihannya pada faktor-faktor artifisial tersebut. Dia pro aktif mendaftarkan diri sebagai pemilih, menggunakan hak pilihnya, melawan politik uang, dan beranjak lebih jauh mengedepankan faktor rekam jejak dan program kontestan dalam menggunakan hak pilihnya. Wallau a'lam.

4 komentar:

Syarifah Rafiqa mengatakan...

Pendidikan Pemilih (Voter Education) harus senantiasa digalakkan guna menghasilkan pemilih-pemilih yang cerdas, yakni pemilih yang sadar akan pentingnya kualitas demokrasi demi perbaikan nasib bangsa Indonesia kedepan ( karna 5 menit didalam bilik suara, menentukan 5 tahun kehidupan bangsa Indonesia kedepannya)
Buat bang Arip ayo nulis teruz y...
ditunggu tulisan berikutnya...
kapan maen2 ke Cabang Tarakan.. hehehehehe....

RICKY VALENTINO mengatakan...

Berbicara masalah pemilih cerdas,kita ketahui bersama bahwa saat ini masyarakat tidak lagi menggunakan hak suaranya dengan baik dan hanya memilih calonnya tanpa berpikir sebelumnya. contoh di masyarakat grass root masih banyak yang hanya berpikir bahwa siapa calon yang mampu memberikan mereka sesuatu (uang,sembako,baju atau sumbangan sosial)maka itulah pilihan mereka dan tanpa merasa dosa mereka pun mengambilnya.
maka saatnya lah perangkat-perangkat yang terlibat dalam demokrasi di indonesia ini tuk bersama-sama merubah FRAME di masyarakat tentang demokrasi dan solusinya ialah dengan melakukan sosialisasi PEMILIH CERDAS.
aku pun sempat terheyak dan kaget ketika pada suatu hari turun ke masyarakat tuk sosialisasikan TOLAK GOLPUT dan seketika ada salah satu dari masyarakat yang berteriak bahwa kami akan memberikan HAK SUARA JIKALAU ADA YANG MAU MEMBAYAR SUARA KAMI, dan saat itulah aku katakan kepada orang itu bahwa kita ini bukan barang yang dapat di perjual belikan tetapi kita ini adalah suatu ciptaan yang berikhtiar tuk melakukan perubahan...

"JIKALAU BANGSA INDONESIA INI MAU MAJU DAN SEJAHTERA MAKA ANAK HMI HARUS BERTINDAK DAN MELAKUKAN PERUBAHAN SECEPATNYA"

(satu kata indonesia adalah berubah untuk sejahtera)

hormatku ricky HMI CAB MAKASSAR TIMUR...

RICKY VALENTINO mengatakan...

...salam kenal bang...

RICKY VALENTINO mengatakan...

berkata...

Berbicara masalah pemilih cerdas,kita ketahui bersama bahwa saat ini masyarakat tidak lagi menggunakan hak suaranya dengan baik dan hanya memilih calonnya tanpa berpikir sebelumnya. contoh di masyarakat grass root masih banyak yang hanya berpikir bahwa siapa calon yang mampu memberikan mereka sesuatu (uang,sembako,baju atau sumbangan sosial)maka itulah pilihan mereka dan tanpa merasa dosa mereka pun mengambilnya.
maka saatnya lah perangkat-perangkat yang terlibat dalam demokrasi di indonesia ini tuk bersama-sama merubah FRAME di masyarakat tentang demokrasi dan solusinya ialah dengan melakukan sosialisasi PEMILIH CERDAS.
aku pun sempat terheyak dan kaget ketika pada suatu hari turun ke masyarakat tuk sosialisasikan TOLAK GOLPUT dan seketika ada salah satu dari masyarakat yang berteriak bahwa kami akan memberikan HAK SUARA JIKALAU ADA YANG MAU MEMBAYAR SUARA KAMI, dan saat itulah aku katakan kepada orang itu bahwa kita ini bukan barang yang dapat di perjual belikan tetapi kita ini adalah suatu ciptaan yang berikhtiar tuk melakukan perubahan...

"JIKALAU BANGSA INDONESIA INI MAU MAJU DAN SEJAHTERA MAKA ANAK HMI HARUS BERTINDAK DAN MELAKUKAN PERUBAHAN SECEPATNYA"

(satu kata indonesia adalah berubah untuk sejahtera)

hormatku ricky HMI CAB MAKASSAR TIMUR...